Selama era pemerintahan presiden Joko
Widodo pada tahun 2016 hingga 2017, pemerintah belum pernah melakukan kebijakan
untuk mengimpor beras. Karena sesuai dengan salah satu program nawacita
presiden yaitu meningkatkan swasembada beras. Program tersebut berhasil
dilaksanakan dengan baik oleh pemerintah. Namun sangat di sayangkan, karena
pada pertengahan bulan mei 2018 ini berdasarkan berita harian tempo.com, Kemdag
memutuskan untuk kembali menugaskan Perum Bulog mengimpor beras sebanyak
500.000 ton dari negara Vietnam dan Thailand. Keputusan tersebut dinilai untuk
meredam kenaikan harga beras yang terjadi saat ini. Menurut saya kebijakan
tersebut tidak harus semuanya langsung direalisasikan. Karena kebutuhan beras
di tiap daerah berbeda beda. Sehingga kita harus memperhitungkan dulu seberapa
besar kebutuhan yang diperlukan dan seberapa besar stock beras yang dimiliki.
Maka kekurangan sebesar itulah yang seharusnya akan diimpor oleh Bulog.
Mengingat saat ini beberapa wilayah di Indonesia masih panen raya dan adanya
impor beras akan berpotensi merusak harga beras di tingkat petani. Terlebih
lagi pada juni 2018 luas lahan panen padi di Indonesia minimal menjadi seluas
1,7 juta hektare (ha). Sedangkan pada tahun tahun sebelumnya biasanya hanya
sekitar 1,2 – 1,3 juta hektare (ha). Dan dengan jumlah penduduk Indonesia yang
lebih dari 250 juta jiwa yang memerlukan beras sebagai kebutuhan pokok mereka. Jadi
kita harus bisa memaksimalkan produksi beras dalam negeri selain bisa
mengurangi impor beras, hal tersebut juga bisa menyejahterakan para petani
beras. Jika para petani tidak sejahtera maka para petani akan bisa beralih
profesi yang bisa menyebabkan produksi beras di dalam negeri menurun secara
terus menerus. Dan jika stock beras di dalam negeri mengalami kekurangan, maka
hal tersebut akan berdampak pada ketergantungan impor beras pada luar negeri. Saat
ini negara kita sering melakukan impor dari beberapa negara. Namun negara yang
memberikan kuota impor terbesar adalah negara Thailand dan Vietnam. Jika kita
sudah memiliki ketergantungan dengan negara lain maka kita bisa mendapatkan
efek negatif dari negara tersebut antara lain perekonomian nasional akan
terganggu, harga gabah di tingkat petani akan turun, alih fungsi lahan
pertanian menjadi bangunan gedung, menggerus devisa negara, devisit neraca
perdagangan dll.
Seiring dengan kesejahteraan para
petani yang terus menurun, para petani pun kini lebih memilih menjual tanah-tanahnya
dan berganti profesi. Sehingga tanah yang dulunya digunakan untuk bertani kini
berubah menjadi tempat tinggal, super market, bahkan gedung-gedung pencakar
langit. Dan tak jarang mereka lebih memilih merantau ke kota-kota besar dari
pada memilih hidup di desa. Hal tersebut dilakukan karena mereka menginginkan
pendapatan yang lebih baik dan pekerjaan yang lebih ringan atau tidak menguras banyak
tenaga. Banyak pula para orang tua yang berprofesi menjadi seorang petani,
tidak menginginkan anaknya meneruskan jejak mereka menjadi seorang petani. Mereka
lebih suka melihat anak mereka menjadi seorang pegawai bank, pegawai negeri,
pengusaha, ataupun pegawai kantoran karena terlihat lebih sukses. Padahal jika
hal ini terus terjadi maka lahan pertanian pun akan semakin berkurang dan bisa
berdampak pada menurunnya jumlah produktivitas padi di Indonesia bahkan hingga
menimbulkan roda perekonomian ikut menurun. Tanah-tanah di Indonesia tidak lagi
subur karena sudah tergantikan dengan gedung-gedung pencakar langit serta
tempat-tempat industri yang menghasilkan banyak polusi. Sebenarnya permasalahan
kesejahteraan para petani akan bisa teratasi jika mereka bisa memanfaatkan
teknologi dengan benar dan semaksimal mungkin. Karena dengan adanya penggunaan
teknologi yang canggih hal tersebut bisa memudahkan kerja para petani dan
tanaman padi yang dihasilkanpun akan menjadi lebih maksimal. Pengetahuan
seperti itu perlu didapatkan oleh para petani di era modern seperti sekarang
ini karena jika tidak, maka mereka akan semakin tergerus oleh perkembangan
jaman yang semakin maju. Menurut saya pemerintah seharusnya juga bisa mengambil
sikap untuk permasalahan seperti ini. Agar negeri ini bisa terus berkembang
dengan cepat dan tidak mengalami ketertinggalan. Sayangnya anak muda jaman
sekarang jarang sekali yang mau mengambil jurusan pertanian kemudian kembali ke
desanya untuk mengembangkan dan menerapkan ilmu-ilmu yang sudah di pelajarinya
di bangku kuliah. Padahal jika hal tersebut bisa di terapkan maka kesejahteraan
para petanipun akan terus membaik. Dan jika produksi beras di dalam negeri bisa
terus meningkat maka negara Indonesia pun bahkan bisa melakukan ekspor ke negara-negara
lain. Sehingga bisa membantu meningkatkan roda perekonomian negara menjadi
lebih baik lagi.
Sedangkan
menjelang bulan puasa dan lebaran tahun 2018 dikutip dari berita harian
kompas.com, Perum Bulog menjamin ketersediaan bahan pangan terutama stock beras
di berbagai wilayah Indonesia. Walaupun akan terjadi kemungkinan bahwa
kebutuhan beras akan meningkat selama menjelang bulan puasa hingga lebaran
nanti namun stock beras dinilai masih aman. Dengan adanya jalur distribusi yang
memudahkan lalu lintas perdagangan di seluruh wilayah Indonesia baik itu jalur
darat maupun jalur laut. Hal tersebut bisa membuat daerah-daerah yang bukan
penghasil beras sekalipun akan mendapatkan pasokan beras dari daerah-daerah
yang bisa menghasilkan beras secara merata ke berbagai daerah di Indonesia. Dan
harga beras juga tidak akan mengalami kenaikan yang cukup drastis karena
mudahnya akses jalur distribusi seperti adanya jalur tol darat dan jalur tol laut
sehingga bisa menekan ongkos transportasi bagi wilayah-wilayah di luar pulau
jawa yang tidak bisa menghasilkan produksi beras sendiri terutama di daerah
Papua. Daerah-daerah yang biasanya dianggap sebagai wilayah produsen beras di
Indonesia ini sendiri antara lain berada di pulau Jawa, Lampung, Sumatra
Selatan, Bali, NTB, dan Sulawesi. Di daerah-daerah tersebutlah yang akan
menyuplai kekurangan stock beras pada daerah-daerah lainnya yang membutuhkan
stock lebih. Sehingga di Indonesia tidak akan mengalami kelangkaan akan
kebutuhan bahan pangan terutama stock beras. Selain itu pemerintah juga
mengantisipasi terhadap adanya perilaku penimbunan stock beras oleh para tengkulak
yang bisa menyebabkan harga beras menjadi naik. Adanya penimbunan stock beras
ini tentu sangat merugikan masyarakat dan juga sangat meresahkan masyarakat. Bagaimana
tidak, karena sebagian besar masyarakat di Indonesia memilih nasi yang terbuat
dari beras dijadikan sebagai makanan pokok untuk menunjang kegiatan
beraktivitas sehari-hari mereka. Sebagai warga negara yang baik kita juga harus
memiliki peran aktif dalam memberantas oknum-oknum yang merugikan masyarakat tersebut
dengan cara melaporkannya ke pihak-pihak berwajib seperti pihak kepolisian dan pihak
kodim untuk segera ditindak lanjuti. Karena jika hal tersebut secara terus menerus
dibiarkan maka akan terjadi kelangkaan dan kenaikan harga beras di beberapa
daerah atau bahkan mungkin hingga di seluruh wilayah yang ada di Indonesia.
Di
sisi lain, siapa sebenarnya yang mendapatkan keuntungan dengan adanya rencana
pemerintah yang akan mengimpor beras sebanyak 500 ribu ton? Menurut saya
keputusan ini terdapat sangkut pautnya dengan pemilihan umum, dalam waktu dekat
ini adalah pelaksanaan pemilihan daerah (Pilkada). Karena lahan pertanian di
Indonesia sangatlah luas dan subur, serta bisa menghasilkan beras yang melimpah
di berbagai daerah. Untuk itu mengapa pemerintah masih akan melakukan impor
beras? Jadi menurut saya hal ini merupakan kepentingan politik untuk mencari
dana segar bagi oknum-oknum tertentu. Bayangkan saja jika harga beras domestik
jauh lebih mahal di bandingkan dengan beras dunia. Maka ketika kita melakukan
impor justru kita tidak akan rugi, tetapi malah menjadi untung. Sehingga siapa
yang akan mendapatkan keuntungan dengan adanya kebijakan pemerintah melakukan
impor beras sebanyak 500 ribu ton? Mungkin saja ini ulah oknum-oknum tertentu
yang berusaha mengelabuhi pemerintah dan oknum-oknum tersebut berusaha mencari
keuntungan untuk membantu para pasangan calon kandidat pemilihan kepala daerah.
Tak heran jika biaya politik di Indonesia sangatlah mahal jika di bandingkan
dengan negara-negara lain. Para calon kandidatpun harus mengeluarkan biaya yang
tidak murah, bahkan bisa mengeluarkan biaya hingga ratusan juta rupiah. Selain
mereka harus menyetorkan uang kepada partai pengusung sebagai mahar mereka,
para pasangan calon kandidatpun juga harus mengeluarkan biaya untuk kampanye di
berbagai kota. Biaya tersebut biasanya digunakan untuk membeli segala keperluan
kampanye mulai dari membuat MMT, kaos, stiker, membeli sembako untuk di bagikan
kepada warga di berbagai kota, kemudian membayar orang-orang yang ikut serta
membantu proses kampanye di berbagai kota dsb. Tak heran jika rata-rata yang
menjabat sebagai pimpinan kepala daerah adalah para pengusaha sukses ataupun
kaum-kaum borjuis. Karena jika tidak, maka mereka akan mengalami kesulitan
untuk menjabat sebagai seorang pimpinan kepala daerah. Bahkan setelah mereka
berhasil menjabat sebagai pimpinan kepala daerah, tak sedikit juga mereka yang
melakukan korupsi untuk memperkaya kepentingan mereka pribadi ataupun untuk
kepentingan golongan mereka. Sistem pemilu yang ada di Indonesia memang tak
jarang identik dengan politik uang, kecurangan-kecurangan yang sering terjadi
pada saat pemilihanpun bermacam-macam, mulai dari daftar pemilih yang tidak
akurat, manipulasi dalam perhitungan suara, dan rekapitulasi hasil perhitungan
suara.
Pada penyelenggaraan pilkada di tahun
2018 ini berdasarkan berita harian bbc.com pada tanggal 28 juni 2018, terdapat
beberapa calon di pemilihan umum kepala daerah yang jadi tersangka korupsi
namun masih tetap dipilih dan dimenangkan oleh masyarakat. Antara lain Bupati
Tulungagung petahana Syahri Mulyo yang merupakan tahanan KPK terkait dugaan
gratifikasi proyek infrastruktur miliaran rupiah, unggul dalam perhitungan
suara sementara dengan perolehan suara sebesar 60,1%. Kemudian di pemilihan
gubernur Jawa Tengah, berdasarkan hitung cepat tersebut dimenangkan kembali
oleh Ganjar Pranowo, yang merupakan seorang saksi KPK dugaan kasus korupsi
e-KTP yang merugikan negara sekitar Rp.2,3 triliun. Menurut pendapat saya,
masyarakat saat ini mulai sadar akan pentingnya mencari informasi tentang
pasangan calon pilkada di daerah masing-masing. Mereka tetap menggunakan hak
pilihnya dan memilih pasangan calon pilkada sesuai dengan visi, misi yang
terbaik di antara yang terbaik menurut mereka. Dan ternyata mereka tidak
terpengaruh dengan status yang dimiliki oleh kedua pasangan calon pilkada
tersebut yang merupakan tahanan KPK dan saksi KPK. Masyarakatpun juga sudah
menilai rekam jejak dari para pasangan calon pilkada di kota mereka, salah satu
faktornya adalah dari tingkat pendidikan. Tingkat kecerdasan memilih,
pemahaman, dan kesadaran politik yang tinggi inilah yang bisa menjadi tolak
ukur pada sebuah daerah tentang kepekaan masyarakat dan kecerdasan untuk
memilih pasangan calon pilkada di daerahnya. Karena suara merekalah yang akan
menentukan nasib jalannya pemerintahan dan baik buruknya pelayanan publik di
daerah mereka selama 5 tahun kedepan. Walaupun adanya kemungkinan penyelewengan
atas terpilihnya wakil rakyat yang terjerat kasus korupsi bisa saja terjadi.
Maka dari itu kita wajib memantau kebijakan-kebijakan yang akan dijalankan oleh
pasangan calon yang sudah terpilih. Kita bisa menyuarakan kritik dan saran kita
kepada para pimpinan daerah dengan kecanggihan teknologi saat ini. Karena
bagaimanapun mereka mempunyai potensi untuk melakukan korupsi yang lebih
tinggi. Banyak terjadi pro dan kontra atas kemenangan pasangan calon pilkada
yang terjerat kasus korupsi, untuk itu sebaiknya pemerintah bisa bersikap tegas
dengan membuat peraturan hukum yang bisa ditaati oleh seluruh elemen
masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar